PEMBENTUKAN KONSEP
Pengertian konsep
Suatu
konsep didefinisikan oleh Husle, Egeth, dan Deese (1981) sebagai
sekumpulan atau seperangkat yang dihubungkan oleh aturan-aturan
tertentu. Suatu sifat merupakan setiap aspek dari suatu objek, atau
kejadian yang memiliki sifat-sifat yang sama dengan objek atau kejadian
yang lain.
Didokumentasikan
dalam psikologi kognitif yang proses dimana konsep terbentuk dan sifat
dari konsep individu memiliki persepsi beruang langsung pada lingkungan,
respon terhadap rangsangan dan kemampuan untuk memecahkan masalah
(misalnya, Newell dan Simon, 1972). [Lain paling sederhana, konsep
adalah kategori atau perangkat klasifikasi, digunakan oleh individu
untuk menata dan mengurutkan pengetahuan. Kebanyakan konsep-konsep yang
kita miliki yang ditunjuk oleh kata benda hadir dalam bahasa, misalnya,
mobil, rumah, kamera dan pasta gigi semua produk-konsep] Meskipun
perhatian yang diberikan untuk pembentukan konsep dalam psikologi, ada
beberapa upaya telah dalam penelitian konsumen untuk. menyelidiki proses
ini.
Solso
(1986) mendefinisikan bahwa konsep menunjuk pada sifat-sifat umum yang
menonjol dari satu kelas objek atau ide. Suatu konsep dapat dibentuk
melalui gambar visual dan kata bermakna atau sematik.
Dengan
demikian yang dimaksud dengan pembentukan konsep adalah suatu proses
pengelompokan atau mengklasifikasikan sejumlah objek, pristiwa, atau ide
yang serupa menurut sifat-sifat atau atribut-nilai tertentu yang
dimilikinya ke dalam satu kategori (Martin dan Caramazza,1980).
Proses
kognitif yang terlibat di dalam tugas mengklasifikasiklan objek atau
gagasan ke dalam suatu kategori ialah: mula-mula individu mengenali
sifat-sifat atau nilai-nilai atribut umum yang dimiliki oleh obyek itu,
kemudian menghubungkan dengan aturan-aturan logika tertentu, lalu ia
melakukan pengelompokan dan akhirnya menemukan criteria tertentu sebagai
abstraksi.
Konsep
didefinisikan dalam cirri-cirinya. Cirri-ciri seperti yang telah
digunakan disini adalah karakteristik suatu objek atau kejadian yang
juga merupakan karakteristik objek atau kejadian lain. Mobilitas
contohnya, merupakan cirri dari kesadaran : KIA memilikinya, Toyota
memilikinya, dan Lexus memilikinya. Namun, mobilitas juga merupakan
cirri dari objek lain – kelereng, burung, dan bahkan mainan Lego (anda
dapat melemparnya, atau membangun sebuah mobil) dari sudut pandang
kognitif, dasar untuk menerima sebuah karakteristik sebagai sebuah cirri
adalah subjektif. Jadi, seseorang dapat membayangkan kendaraan,
kelereng, burung, dan lego tidak berbagi cirri mobilitas, sehingga
determinasi “ cirri kritis” sebuah objek atau ide adalah penggunaan
sesuai keadaan.
Proses pembentukan konsep
Pembentukan
konsep dalam perkembangan terakhir mengalami berbagai perubahan sesuai
dengan temuan-temuan baik dalam bidang psikologi eksperimen maupun
psikologi pendidikan (Tennyson, Youngers dan Suebsonthi, 1983).
Berkaitan dengan proses pembentukan konsep, ada dua pandangan pokok,
yaitu pandangan klasik dan pandangan modern,
a. Pandangan klasik
Pembentukan
konsep merupakan suatu proses penemuan atribut-atribut atau sifat-sifat
penting dan menonjol pada sejumlah objek, dan penyimpulan seperangkat
aturan berdasar atribut itu. Jelas bahwa dalam pembentukan konsep-konsep
yang baru paling sedikit terdapat dua komponen; seseorang harus
mengidentifikasi sifat-sifat khusus yang dimiliki objek-objek, dan
sekaligus juga harus mempelajari bagaimana sifat-sifat itu dihubungkan
melalui aturan-aturan tertentu. Dua komponen proses ini biasanya
berjalan secara simultan.
b. Pandangan modern
Pembentukan
konsep mencangkup dua tahapan proses: (a) mula-mula seseorang membentuk
representasi informasi (di dalam ingatan) mengenai kelas konsep yang
diberikan, kemudian (b) mengembangkan keterampilan kognitif yang
dibutuhkan bagi pengunaan informasi yang telah direpresentasikan untuk
mengevaluasi dimensi-dimensi khusus, baik kesamaan maupun perbedaan di
antara contoh-contoh baru (Tennyson, Youngers dan Suebsonthi,1983)
Aturan pembentukan konsep
Di
laboratorium, belajar konsep dilakukan dengan sejumlah aturan atau
cara-cara menurut logika yang sejumlah aturan atau cara-cara menurut
logika yang menggabungkan sifat-sifat objek sehingga membentuk
konsep-konsep. Aturan-aturan logika yang digunakan pada umumnya meliputi
lima macam:
1. Afirmatif atau atributif, semua yang berwarna merah adalah contoh-contoh konsep.
2. Konjungsi, semua objek yang berwarna merah dan juga berbentuk segiempat adalah contoh-contoh konsep.
3. Disjungsi inklusif, semua objek yang berwarna merah atau berbentuk segiempat adalah contoh-contoh konsep.
4. Kondisional, jika suatu objek berwarna merah maka harus segiempat. Ini merupakan contoh konsep.
5. Bikondisional,
objek-objek yang berwarna merah merupakan contoh-contoh konsep jika dan
hanya jika berbentuk segiempat; objek-objek berwarna merah yang bukan
segiempat atau segiempat yang bukan berwarna merah adalah bukan
contoh-contoh konsep, (Solso,1988)
Jenis-jenis konsep
Para
ahli psikilogi telah menggunakan berbagai macam objek sebagi stimulus
dalam penelitiannya mengenai bagaimana konsep-konsep dibentuk dan
bagaimana pula benda-benda diklasifikasikan. Berdasarkan keaslian
konsep, maka dapat dibedakan menjadi konsep-konsep logis dan alami.
Masing-masing konsep ini akan dibahas lebih lanjut sebagai berikut :
a. Konsep logis
Konsep
logis atau disebut juga konsep buatan digunakan dalam tugas belajar
konsep dengan menghadirkan kepada subjek berbagai macam pola stimulus
yang tidak biasa dialami di dalam lingkungan sehari-hari. Biasanya
penelitian di laboratorium mengkonstruksi pola-pola visual dengan
berbagai macam ukuran bentuk atau warna. Dengan demikian, stimulus yang
digunakan terdiri dari benda-benda buatan seperti segi empat yang
berwarna merah, lingkaran hijau dan segitiga biru.
b. Konsep alami
Ciri-ciri
yang membedakan antara konsep logis dengan konsep alami ialah,bahwa
atribut-atribut yang membedakan di antarakonsep-konsep alami tidak dapat
dibatasi secara tegas. Juga, tidak ada aturan-aturan khusus yang
digunakan untuk mengkategorikan objek alami ke dalam konsep-konsep
tertentu. Dengan demikian konsep alami memiliki definisi yang cacat atau
ill-defined (Martin dan Caramazza,1980).
Selain
konsep logis dan alami sperti dibahas di depan, Winkel (1991) juga
membedakan konsep menjadi dua macam, biasanya pembedaan konsep ini dapat
dijumpai di dalam praktek pendidikan pengajaran sekolah.
a. Konsep konkret
Konsep
konkrit adalah pengertian yang menunjuk pada objek di dalam lingkungan
pisik. Konsep konkrit mewakili golongan benda tertentu seperti meja,
kursi,dan pohon; golongan sifat tertentu seperti warna, bentuk, dan
ukuran.
Konsep
konkrit diperoleh melalui pengamatan terhadap lingkungan fisik, yang
berbeban. Biasanya, sampai dengan usia sepuluh tahun anak akan belajar
konsep konkrit.
b. Konsep yang didefinisikan
Konsep
yang mewakili realitas hidup, tetapi tidak langsung menunjuk pada
realitas seperti objek-objek konkrit,karena realitas itu tidak berbadan.
Realitas yang tidak berbadan tidak dapat diamati secara langsung.
Misalnya, anak A adalah saudarah sepupu dari anak B.
Strategi belajar konsep
Suatu
aspek penting mengenai bagaimana orang-orang melakukan belajar konsep
ialah terletak pada cara-cara mereka melakukan tugas sehingga menemukan
konsep. Strategi yang digunakan dalam belajar konsep meliputi scanning
dan focusing yang masing-masing terdiri dari dua bagian (Solso,1988).
a) Strategi scanning
Simultaneous scanning. Subjek memulai dengan semua kemungkinan hipotesis, kemudian membuang hipotesis-hipotesis yang tidak dapat dipertahankan.
Successive scanning.
Di dalam strategi ini subjek memulai dengan satu hipotesis, dan
mempertahankannya apabila ia berhasil. Jika tidak berhasil maka ia
mengubahnya dengan hipotesis yang lain berdasarkan semua pengalaman
terdahulu.
b) Strategi focusing
Concervative focusing.
Subjek mula-mula merumuskan hipotesis, dilanjutkan dengan memilih suatu
contoh positif yang menjadi titik perhatiannya, kemudian membuat urutan
rumusan kembali (masing-masing hanya mengubah satu cirri). Setelah itu,
ia mencatat mana yang dianggap contoh positif dan mana yang negative.
Focus gambling.
Strategi ini dicirikan oleh perubahan lebih dari satu sifat khusus pada
suatu saat.meskipun teknik concervative focusing memiliki sifat
metodologis dan cenerung mengarah pada suatu konsep yang sahih, namun
subjek eksperimen juga dapat memilih untuk suatu gamble atau seperti
permainan judi, denga harapan agar ia dapat menentukan konsep secara
lebih cepat.
Teori pembentukan konsep
Ada beberapa teori mengenai pembentukan konsep sebagai berikut:
1. Teori asosiasi
Teori
yang mula-mula dikembangkan untuk menerangkan perilaku individu di
dalam eksperimen belajar konsep ialah didasarkan atas pandangan mengenai
peristiwa belajar melalui asosiasi. Teori asosiasi menerangkan bahwa
belajar konsep sebagai suatu proses asosiasi respons yang muncul selama
belajar dengan contoh-contoh yang mendefinisikan konsep. Dengan kata
lain belajar konsep tidak berbeda dengan proses dasar belajar yang lain.
Solso
(1988) mengatakan bahwa model dasar dari belajar assosiasi adalah
berprinsip pada hubungan stimulus respons (S-R). Jadi prinsip ini
memiliki anggapan dasar bahwa belajar konsep merupakan hasil dari: (1)
penguatan pasangan yang benar mengenai stimulus misalnya kotak merah,
dengan respons yang beridentifikasikan sebagai suatu konsep. Dan (2)
tanpa penguatan (seperti bentuk hukuman) terhadap pasangan yang tidak
benar tentang stimulus, (misalnya lingkaran merah) dengan respons yang
mengidentifikasikannya sebagai suatu konsep.
2. Teori pengujian hipotesis
Teori
pengujian hipotesis dalam belajar konsep menekankan bahwa manusia
cenderung menyusun dan menguji coba berbagai hipotesis. Hal ini berarti
bahwa manusia secara aktif memilih dan menguji kemungkinan pemecahan
masalah untuk suatu tugas.
Secara umum asumsi-asumsi yang mendasari teori pengujian hipotesis adalah;
1. Hipotesis yang dimiliki seseorang dapat mengendalika perilaku aktualnya.
2. Bahwa seseorang mengambil sampel dari serangkaian hipotesis yang tersedia.
3. Proses belajar berlangsung secara keseluruan, atau tidak sama sekali (all-or-none) (Hayes-Roth, 1977).
4. Pengambilan sampel ulang dari tempat yang sama lalu diambil lagi sampel dari tempat yang sama sebagai penggantinya.
3. Teori pemrosesan informasi
Pengembangan
computer telah menghasilkan suatu teknik baru untuk menganalisis
fenomena mental-model pemrosesan informasi dan telah menyediakan
cara-cara yang sangat objektif bagi pengujian model tersebut, seperti
simulasi computer.
Taraf perkembangan konsep
Terdapat
empat taraf perkembangan konsep-konsep yang dialami individu
(Chauhan,1978). Taraf-taraf ini tampak tersusun menurut tingkat
perkembangan kognitif yang dicapai oleh individu, terutama teori
perkembangan yang diusulkan oleh Piaget (dalam DeCecco dan
Crawford,1977; Solso,1988)
1. Taraf konkret
Individu
telah mencapai tingkat konkret apabila ia mengenal atau mempersepsi
suatu objek yang telah ditemukan pada waktu sebelumnya. Langkah awal
dalam pencapaian taraf ini adalah menghampiri suatu objek dan
meresentasikannya secara internal.
Cagne
(1970) menjelaskan bahwa pada waktu individu menghampiri suatu objek,
kemudian ia membedakannya dari objek yang lain. Aktifitas penghampiran
dan proses perbedaan konsep konkret dialami oleh individu secara
langsung melalui organ sensori. Contoh, seorang bayi berusia 1 ½ tahun
mengenal dot kaca dan dot plastic. Ia membedalan satu drai yang lain,
meyimpannya di dalam mental imajinasinya, dan mengenal masing-masing
objek pada waktu ia mengalami kembali di kemudian hari.
2. Taraf identitas
Pada
taraf ini suatu konsep dicapai ketika seseorang mengenal sesuatu objek
yang serupa dengan apa yang pernah ditemukan sebelumnya. Pembentukan
konsep pada taraf konkrit hanya melibatkan pembedaan suatu objek dari
yang lain, tetapi pada taraf identitas melibatkan berbagai bentuk
perbedaan objek yang sama dari objek-objek yang lain dan juga
menggeneralisasikannya (Chauhan,1978).
3. Taraf klasifikasi
Taraf
yang paling rendah dicapai ketika individu mulai sanggup memberlakukan
setidaknya dua contoh yang berbeda dari kelas yang sama, meskipun ia
belum mampu menggambarkan alasan dasar bagi responnya itu. Pada
waktu melihat seekor anak kuda milik tetangga dan keluarganya lalu anak
itu mengatakan bahwa keduanya adalah binatang kuda, maka berarti ia
telah menemukan konsep pada taraf klasifikasi. Apabilah individu sanggup
mengklasifikasikan sejumlah besar contoh tetapi tidak dapat
menggambarkan secara akutar alasan dasar dari klasifikasinya itu, maka
ia telah mencapai perkembanagn konsep pada taraf ini.
4. Taraf normal
Konsep
ini dicapai apabila individu dapat member nama sesuatu konsep baik nama
intrinsiknya maupun pendifisian atribut-atribut yang dapat ditarima
oleh masyarakat, dan secara tepat dapat member contoh mana objek yang
memiliki atribut tersebut dan mana yang tidak. Juga, ia dapat menyatakan
alas an yang menjadi dasar dari pendefisiannya.
Factor-faktor yang mempengaruhi belajar konsep
Proses
belajar konsep dan kategori dipengaruhi oleh beberapa factor, antara
lain adalah factor tugas, atribut, umpan balik, bahan atau materi, dan
perbedaan individu.
1. Tugas
Menurut
pendapat Ellis dan Hunt (1993) ada tiga factor dari suatu tugas yang
mempengaruhi bagaimana individu membentuk konsep-konsep. Tiga factor ini
adalah meliputi: contoh-contoh positif sebagai kebalikan dari
contoh-contoh negative, atribut-atribut yang relevan dan tidak relevan,
dan umpan balaik dan juga termasuk konteks bahasa.
Pertama,
penggunaan contoh-contoh positif da kebalikannya contoh-contoh negatif
dalam belajar konsep, keduanya memiliki konsekuensi yang berbeda. Secara
umum jawaban yang diberikan subjek lebih cepat belajar konsep melalui
contoh-contoh positif dari pada contoh-contoh negatif meskipun ini tidak
mutlak. Contoh: seorang ahli kesehatan fisik dapat menilai kategori
suatu penyakit berdasarkan hasil-hasil tes yang negatif di laboratorium.
Kedua,
jumlah atribut yang relevan dan tidak relevan juga mempengaruhi tingkat
kemudahan belajar konsep. Makin banyak jumlah atribut tambahan yang
relevan,maka belajar konsep makin cepat. Atribut tambahan yang relevan
menunjuk pada sejumlah sifat yang tumpang tindih; jika setiap segiempat
memiliki warna biru dan setiap lingkaran memiliki warna merah, lalu
bentuk dan warna dianggap atribut tambahan, dan tidak diperlukan atau
redundant.
Ketiga,
umpan balik adalah salah satu factor yang sangat penting didalam proses
belajar konsep. Umpan balik ini penting karena dapat menyediakan
informasi terhadap kebenaran atau kesalahan hipotesis yang digunakan
individu. Konteks bahasa juga mempengaruhi penilaian individu terhadap
suatu kategori. Konteks bahasa ini dapat mempengaruhi cara individu
mengklasifikasikan objek-objek, demikian hasil penelitian Labov (dalam
Ellis dan Hunt, 1993; Felder,1986).
2. Gambar dan kata-kata
Tugas
mengkategorikan gambar dan kata sering masih menjadi perdebatan, karena
hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan. Sejumlah penelitian
menemukan bahwa gambar-gambar dikategorikan lebih cepat dari pada
sebutan nama-namanya. Ternyata hal ini tidak konsisten dengan hasil
beberapa penelitian berikutnya (snodgross,1986), sehingga tidak dapat
dikatakan bahwa mengkategorian gambar lebih mudah dan menguntungkan bagi
individu adri pada kata-kata atau bahasa.
Berdasarkan
perbedaan hasil penelitian tersebut, maka diajukan beberapa teoriyang
diakitkan dengan representasi informasi di dalam long-trem memory (LTM).
Seperti teori pengkodean ganda berasumsi bahwa terdapat dua system
memoro; satu untuk informasi spasial-visual, dan dua untuk informasi
verbal (kata-kata). Teori selanjutnya ialah model campuran yang mencakup
kedua teori terdahulu. Teori ini berasumsi bahwa terdapat tiga system
peyimpanan informasi di dalam memori, yaitu gambar, verbal, dan konsep.
3. Perbedaan individu
Menurut
pendapat Chauhan (1978), dalam pembentukan konsep-konsep antara
individu satu dengan yang lain dapat berbeda, tergantung pada misalnya
tingkat usia, inteligensi, dan pengalaman masing-masing. Pada usia
anak-anak misalnya, individu akan mencapai konsep tingkat konkrit yang
nampak di sekelilingnya seperti anjing, kucing, dan rumah. Objek-objek
yang berbadan menjadi cirri-ciri belajar pada konsep konkrit yang
dialami anak kecil. Pada usia yang lebih dewasa individu sudah mampu
mencapai konsep-konsep yang lebih abstrak seperti keadilan, keterbukaan
dan kejujuran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar