Total Tayangan Halaman

Minggu, 14 April 2013

pembentukan konsep

PEMBENTUKAN KONSEP
 

Pengertian konsep
            Suatu konsep didefinisikan oleh Husle, Egeth, dan Deese (1981) sebagai sekumpulan atau seperangkat yang dihubungkan oleh aturan-aturan tertentu. Suatu sifat merupakan setiap aspek dari suatu objek, atau kejadian yang memiliki sifat-sifat yang sama dengan objek atau kejadian yang lain.
Didokumentasikan dalam psikologi kognitif yang proses dimana konsep terbentuk dan sifat dari konsep individu memiliki persepsi beruang langsung pada lingkungan, respon terhadap rangsangan dan kemampuan untuk memecahkan masalah (misalnya, Newell dan Simon, 1972). [Lain paling sederhana, konsep adalah kategori atau perangkat klasifikasi, digunakan oleh individu untuk menata dan mengurutkan pengetahuan. Kebanyakan konsep-konsep yang kita miliki yang ditunjuk oleh kata benda hadir dalam bahasa, misalnya, mobil, rumah, kamera dan pasta gigi semua produk-konsep] Meskipun perhatian yang diberikan untuk pembentukan konsep dalam psikologi, ada beberapa upaya telah dalam penelitian konsumen untuk. menyelidiki proses ini.
Solso (1986) mendefinisikan bahwa konsep menunjuk pada sifat-sifat umum yang menonjol dari satu kelas objek atau ide. Suatu konsep dapat dibentuk melalui gambar visual dan kata bermakna atau sematik.
Dengan demikian yang dimaksud dengan pembentukan konsep adalah suatu proses pengelompokan atau mengklasifikasikan sejumlah objek, pristiwa, atau ide yang serupa menurut sifat-sifat atau atribut-nilai tertentu yang dimilikinya ke dalam satu kategori (Martin dan Caramazza,1980).
Proses kognitif yang terlibat di dalam tugas mengklasifikasiklan objek atau gagasan ke dalam suatu kategori ialah: mula-mula individu mengenali sifat-sifat atau nilai-nilai atribut umum yang dimiliki oleh obyek itu, kemudian menghubungkan dengan aturan-aturan logika tertentu, lalu ia melakukan pengelompokan dan akhirnya menemukan criteria tertentu sebagai abstraksi.
Konsep didefinisikan dalam cirri-cirinya. Cirri-ciri seperti yang telah digunakan disini adalah karakteristik suatu objek atau kejadian yang juga merupakan karakteristik objek atau kejadian lain. Mobilitas contohnya, merupakan cirri dari kesadaran : KIA memilikinya, Toyota memilikinya, dan Lexus memilikinya. Namun, mobilitas juga merupakan cirri dari objek lain – kelereng, burung, dan bahkan mainan Lego (anda dapat melemparnya, atau membangun sebuah mobil) dari sudut pandang kognitif, dasar untuk menerima sebuah karakteristik sebagai sebuah cirri adalah subjektif. Jadi, seseorang dapat membayangkan kendaraan, kelereng, burung, dan lego tidak berbagi cirri mobilitas, sehingga determinasi “ cirri kritis” sebuah objek atau ide adalah penggunaan sesuai keadaan.

Proses pembentukan konsep
            Pembentukan konsep dalam perkembangan terakhir mengalami berbagai perubahan sesuai dengan temuan-temuan baik dalam bidang psikologi eksperimen maupun psikologi pendidikan (Tennyson, Youngers dan Suebsonthi, 1983). Berkaitan dengan proses pembentukan konsep, ada dua pandangan pokok, yaitu pandangan klasik dan pandangan modern,
a.       Pandangan klasik
Pembentukan konsep merupakan suatu proses penemuan atribut-atribut atau sifat-sifat penting dan menonjol pada sejumlah objek, dan penyimpulan seperangkat aturan berdasar atribut itu. Jelas bahwa dalam pembentukan konsep-konsep yang baru paling sedikit terdapat dua komponen; seseorang harus mengidentifikasi sifat-sifat khusus yang dimiliki objek-objek, dan sekaligus juga harus mempelajari bagaimana sifat-sifat itu dihubungkan melalui aturan-aturan tertentu. Dua komponen proses ini biasanya berjalan secara simultan.
b.      Pandangan modern
Pembentukan konsep mencangkup dua tahapan proses: (a) mula-mula seseorang membentuk representasi informasi (di dalam ingatan) mengenai kelas konsep yang diberikan, kemudian (b) mengembangkan keterampilan kognitif yang dibutuhkan bagi pengunaan informasi yang telah direpresentasikan untuk mengevaluasi dimensi-dimensi khusus, baik kesamaan maupun perbedaan di antara contoh-contoh baru (Tennyson, Youngers dan Suebsonthi,1983)

Aturan pembentukan konsep
Di laboratorium, belajar konsep dilakukan dengan sejumlah aturan atau cara-cara menurut logika yang sejumlah aturan atau cara-cara menurut logika yang menggabungkan sifat-sifat objek sehingga membentuk konsep-konsep. Aturan-aturan logika yang digunakan pada umumnya meliputi lima macam:
1.      Afirmatif atau atributif, semua yang berwarna merah adalah contoh-contoh konsep.
2.      Konjungsi, semua objek yang berwarna merah dan juga berbentuk segiempat adalah contoh-contoh konsep.
3.      Disjungsi inklusif, semua objek yang berwarna merah atau berbentuk segiempat adalah contoh-contoh konsep.
4.      Kondisional, jika suatu objek berwarna merah maka harus segiempat. Ini merupakan contoh konsep.
5.      Bikondisional, objek-objek yang berwarna merah merupakan contoh-contoh konsep jika dan hanya jika berbentuk segiempat; objek-objek berwarna merah yang bukan segiempat atau segiempat yang bukan berwarna merah adalah bukan contoh-contoh konsep, (Solso,1988)

Jenis-jenis konsep
            Para ahli psikilogi telah menggunakan berbagai macam objek sebagi stimulus dalam penelitiannya mengenai bagaimana konsep-konsep dibentuk dan bagaimana pula benda-benda diklasifikasikan. Berdasarkan keaslian konsep, maka dapat dibedakan menjadi konsep-konsep logis dan alami. Masing-masing konsep ini akan dibahas lebih lanjut sebagai berikut :
a.       Konsep logis
Konsep logis atau disebut juga konsep buatan digunakan dalam tugas belajar konsep dengan menghadirkan kepada subjek berbagai macam pola stimulus yang tidak biasa dialami di dalam lingkungan sehari-hari. Biasanya penelitian di laboratorium mengkonstruksi pola-pola visual dengan berbagai macam ukuran bentuk atau warna. Dengan demikian, stimulus yang digunakan terdiri dari benda-benda buatan seperti segi empat yang berwarna merah, lingkaran hijau dan segitiga biru.
b.      Konsep alami
Ciri-ciri yang membedakan antara konsep logis dengan konsep alami ialah,bahwa atribut-atribut yang membedakan di antarakonsep-konsep alami tidak dapat dibatasi secara tegas. Juga, tidak ada aturan-aturan khusus yang digunakan untuk mengkategorikan objek alami ke dalam konsep-konsep tertentu. Dengan demikian konsep alami memiliki definisi yang cacat atau ill-defined (Martin dan Caramazza,1980).

            Selain konsep logis dan alami sperti dibahas di depan, Winkel (1991) juga membedakan konsep menjadi dua macam, biasanya pembedaan konsep ini dapat dijumpai di dalam praktek pendidikan pengajaran sekolah.
a.       Konsep konkret
Konsep konkrit adalah pengertian yang menunjuk pada objek di dalam lingkungan pisik. Konsep konkrit mewakili golongan benda tertentu seperti meja, kursi,dan pohon; golongan sifat tertentu seperti warna, bentuk, dan ukuran.
Konsep konkrit diperoleh melalui pengamatan terhadap lingkungan fisik, yang berbeban. Biasanya, sampai dengan usia sepuluh tahun anak akan belajar konsep konkrit.
b.      Konsep yang didefinisikan
Konsep yang mewakili realitas hidup, tetapi tidak langsung menunjuk pada realitas seperti objek-objek konkrit,karena realitas itu tidak berbadan. Realitas yang tidak berbadan tidak dapat diamati secara langsung. Misalnya, anak A adalah saudarah sepupu dari anak B.

Strategi belajar konsep
Suatu aspek penting mengenai bagaimana orang-orang melakukan belajar konsep ialah terletak pada cara-cara mereka melakukan tugas sehingga menemukan konsep. Strategi yang digunakan dalam belajar konsep meliputi scanning dan focusing yang masing-masing terdiri dari dua bagian (Solso,1988).
a)      Strategi scanning
Simultaneous scanning. Subjek memulai dengan semua kemungkinan hipotesis, kemudian membuang hipotesis-hipotesis yang tidak dapat dipertahankan.
Successive scanning. Di dalam strategi ini subjek memulai dengan satu hipotesis, dan mempertahankannya apabila ia berhasil. Jika tidak berhasil maka ia mengubahnya dengan hipotesis yang lain berdasarkan semua pengalaman terdahulu.
b)      Strategi focusing
Concervative focusing. Subjek mula-mula merumuskan hipotesis, dilanjutkan dengan memilih suatu contoh positif yang menjadi titik perhatiannya, kemudian membuat urutan rumusan kembali (masing-masing hanya mengubah satu cirri). Setelah itu, ia mencatat mana yang dianggap contoh positif dan mana yang negative.
Focus gambling. Strategi ini dicirikan oleh perubahan lebih dari satu sifat khusus pada suatu saat.meskipun teknik concervative focusing memiliki sifat metodologis dan cenerung mengarah pada suatu konsep yang sahih, namun subjek eksperimen juga dapat memilih untuk suatu gamble atau seperti permainan judi, denga harapan agar ia dapat menentukan konsep secara lebih cepat.

Teori pembentukan konsep
Ada beberapa teori mengenai pembentukan konsep sebagai berikut:
1.      Teori asosiasi
Teori yang mula-mula dikembangkan untuk menerangkan perilaku individu di dalam eksperimen belajar konsep ialah didasarkan atas pandangan mengenai peristiwa belajar melalui asosiasi. Teori asosiasi menerangkan bahwa belajar konsep sebagai suatu proses asosiasi respons yang muncul selama belajar dengan contoh-contoh yang mendefinisikan konsep. Dengan kata lain belajar konsep tidak berbeda dengan proses dasar belajar yang lain.
Solso (1988) mengatakan bahwa model dasar dari belajar assosiasi adalah berprinsip pada hubungan stimulus respons (S-R). Jadi prinsip ini memiliki anggapan dasar bahwa belajar konsep merupakan hasil dari: (1) penguatan pasangan yang benar mengenai stimulus misalnya kotak merah, dengan respons yang beridentifikasikan sebagai suatu konsep. Dan (2) tanpa penguatan (seperti bentuk hukuman) terhadap pasangan yang tidak benar tentang stimulus, (misalnya lingkaran merah) dengan respons yang mengidentifikasikannya sebagai suatu konsep.
2.      Teori pengujian hipotesis
Teori pengujian hipotesis dalam belajar konsep menekankan bahwa manusia cenderung menyusun dan menguji coba berbagai hipotesis. Hal ini berarti bahwa manusia secara aktif memilih dan menguji kemungkinan pemecahan masalah untuk suatu tugas.
Secara umum asumsi-asumsi yang mendasari teori pengujian hipotesis adalah;
1.      Hipotesis yang dimiliki seseorang dapat mengendalika perilaku aktualnya.
2.      Bahwa seseorang mengambil sampel dari serangkaian hipotesis yang tersedia.
3.      Proses belajar berlangsung secara keseluruan, atau tidak sama sekali (all-or-none) (Hayes-Roth, 1977).
4.      Pengambilan sampel ulang dari tempat yang sama lalu diambil lagi sampel dari tempat yang sama sebagai penggantinya.
3.      Teori pemrosesan informasi
Pengembangan computer telah menghasilkan suatu teknik baru untuk menganalisis fenomena mental-model pemrosesan informasi dan telah menyediakan cara-cara yang sangat objektif bagi pengujian model tersebut, seperti simulasi computer.

Taraf perkembangan konsep
Terdapat empat taraf perkembangan konsep-konsep yang dialami individu (Chauhan,1978). Taraf-taraf ini tampak tersusun menurut tingkat perkembangan kognitif yang dicapai oleh individu, terutama teori perkembangan yang diusulkan oleh Piaget (dalam DeCecco dan Crawford,1977; Solso,1988)
1.      Taraf konkret
Individu telah mencapai tingkat konkret apabila ia mengenal atau mempersepsi suatu objek yang telah ditemukan pada waktu sebelumnya. Langkah awal dalam pencapaian taraf ini adalah menghampiri suatu objek dan meresentasikannya secara internal.
Cagne (1970) menjelaskan bahwa pada waktu individu menghampiri suatu objek, kemudian ia membedakannya dari objek yang lain. Aktifitas penghampiran dan proses perbedaan konsep konkret dialami oleh individu secara langsung melalui organ sensori. Contoh, seorang bayi berusia 1 ½ tahun mengenal dot kaca dan dot plastic. Ia membedalan satu drai yang lain, meyimpannya di dalam mental imajinasinya, dan mengenal masing-masing objek pada waktu ia mengalami kembali di kemudian hari.
2.      Taraf identitas
Pada taraf ini suatu konsep dicapai ketika seseorang mengenal sesuatu objek yang serupa dengan apa yang pernah ditemukan sebelumnya. Pembentukan konsep pada taraf konkrit hanya melibatkan pembedaan suatu objek dari yang lain, tetapi pada taraf identitas melibatkan berbagai bentuk perbedaan objek yang sama dari objek-objek yang lain dan juga menggeneralisasikannya (Chauhan,1978).
3.      Taraf klasifikasi
Taraf yang paling rendah dicapai ketika individu mulai sanggup memberlakukan setidaknya dua contoh yang berbeda dari kelas yang sama, meskipun ia belum mampu menggambarkan alasan dasar bagi responnya itu.  Pada waktu melihat seekor anak kuda milik tetangga dan keluarganya lalu anak itu mengatakan bahwa keduanya adalah binatang kuda, maka berarti ia telah menemukan konsep pada taraf klasifikasi. Apabilah individu sanggup mengklasifikasikan sejumlah besar contoh tetapi tidak dapat menggambarkan secara akutar alasan dasar dari klasifikasinya itu, maka ia telah mencapai perkembanagn konsep pada taraf ini.
4.      Taraf normal
Konsep ini dicapai apabila individu dapat member nama sesuatu konsep baik nama intrinsiknya maupun pendifisian atribut-atribut yang dapat ditarima oleh masyarakat, dan secara tepat dapat member contoh mana objek yang memiliki atribut tersebut dan mana yang tidak. Juga, ia dapat menyatakan alas an yang menjadi dasar dari pendefisiannya. 

Factor-faktor yang mempengaruhi belajar konsep
Proses belajar konsep dan kategori dipengaruhi oleh beberapa factor, antara lain adalah factor tugas, atribut, umpan balik, bahan atau materi, dan perbedaan individu.
1.      Tugas
Menurut pendapat Ellis dan Hunt (1993) ada tiga factor dari suatu tugas yang mempengaruhi bagaimana individu membentuk konsep-konsep. Tiga factor ini adalah meliputi: contoh-contoh positif sebagai kebalikan dari contoh-contoh negative, atribut-atribut yang relevan dan tidak relevan, dan umpan balaik dan juga termasuk konteks bahasa.
Pertama, penggunaan contoh-contoh positif da kebalikannya contoh-contoh negatif dalam belajar konsep, keduanya memiliki konsekuensi yang berbeda. Secara umum jawaban yang diberikan subjek lebih cepat belajar konsep melalui contoh-contoh positif dari pada contoh-contoh negatif meskipun ini tidak mutlak. Contoh: seorang ahli kesehatan fisik dapat menilai kategori suatu penyakit berdasarkan hasil-hasil tes yang negatif di laboratorium.
Kedua, jumlah atribut yang relevan dan tidak relevan juga mempengaruhi tingkat kemudahan belajar konsep. Makin banyak jumlah atribut tambahan yang relevan,maka belajar konsep makin cepat. Atribut tambahan yang relevan menunjuk pada sejumlah sifat yang tumpang tindih; jika setiap segiempat memiliki warna biru dan setiap lingkaran memiliki warna merah, lalu bentuk dan warna dianggap atribut tambahan, dan tidak diperlukan atau redundant.  
Ketiga, umpan balik adalah salah satu factor yang sangat penting didalam proses belajar konsep. Umpan balik ini penting karena dapat menyediakan informasi terhadap kebenaran atau kesalahan hipotesis yang digunakan individu. Konteks bahasa juga mempengaruhi penilaian individu terhadap suatu kategori. Konteks bahasa ini dapat mempengaruhi cara individu mengklasifikasikan objek-objek, demikian hasil penelitian Labov (dalam Ellis dan Hunt, 1993; Felder,1986).
2.      Gambar dan kata-kata   
Tugas mengkategorikan gambar dan kata sering masih menjadi perdebatan, karena hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan. Sejumlah penelitian menemukan bahwa gambar-gambar dikategorikan lebih cepat dari pada sebutan nama-namanya. Ternyata hal ini tidak konsisten dengan hasil beberapa penelitian berikutnya (snodgross,1986), sehingga tidak dapat dikatakan bahwa mengkategorian gambar lebih mudah dan menguntungkan bagi individu adri pada kata-kata atau bahasa.
Berdasarkan perbedaan hasil penelitian tersebut, maka diajukan beberapa teoriyang diakitkan dengan representasi informasi di dalam long-trem memory (LTM). Seperti teori pengkodean ganda berasumsi bahwa terdapat dua system memoro; satu untuk informasi spasial-visual, dan dua untuk informasi verbal (kata-kata). Teori selanjutnya ialah model campuran yang mencakup kedua teori terdahulu. Teori ini berasumsi bahwa terdapat tiga system peyimpanan informasi di dalam memori, yaitu gambar, verbal, dan konsep.
3.      Perbedaan individu
Menurut pendapat Chauhan (1978), dalam pembentukan konsep-konsep antara individu satu dengan yang lain dapat berbeda, tergantung pada misalnya tingkat usia, inteligensi, dan pengalaman masing-masing. Pada usia anak-anak misalnya, individu akan mencapai konsep tingkat konkrit yang nampak di sekelilingnya seperti anjing, kucing, dan rumah. Objek-objek yang berbadan menjadi cirri-ciri belajar pada konsep konkrit yang dialami anak kecil. Pada usia yang lebih dewasa individu sudah mampu mencapai konsep-konsep yang lebih abstrak seperti keadilan, keterbukaan dan kejujuran. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar