Total Tayangan Halaman

Senin, 03 Juni 2013

Drives, Needs, and Awareness


Drives, Needs, and Awareness

A.    PENDAHULUAN
Ditinjau dari etimologinya, “motivasi” berasal dari kata Latin motivus atau motum yang berarti menggerakkan atau memindahkan. Dari asal-usul kata ini, Lorens Bagus, dalam Kamus Filsafat, mengartikan motivasi atau motif sebagai dorongan sadar dari suatu tindakan untuk merumuskan kebutuhan-kebutuhan tertentu manusia. Motivasi memainkan peranan penting dalam menilai tindakan manusia, karena pada motif-motif itulah terkandung arti subyektif dari tindakan tertentu bagi orang tertentu.
Menurut James O. Whittaker adalah suatu kondisi atau keadaan yang mengaktifkan atau memberi dorongan kepada makhluk untuk bertingkahlaku mencapai tujuan (Soemanto, 1990). Dalam kamus psikologi motivasi diartikan sebagai suatu variabel perantara yang digunakan untuk menyalurkan perilaku menuju tujuan (Ashari, 1996). Greenberg dan Baron mendefinisikan motivasi sebagai suatu proses yang membangkitkan, mengarahkan dan menjaga perilaku manusia agar terarah pada satu tujuan (Yuwono, 2005).
Menurut Stephen P. Robbins, motivasi adalah “proses yang ikut menentukan intensitas, arah, dan ketekunan individu dalam usaha mencapai sasaran”. Tiga kata kunci dalam definisi ini adalah intensitas, arah, dan ketekunan (yang mengandaikan berlangsung lama). Intensitas dimaksudkan seberapa keras seseorang berusaha. Agar dapat menghasilkan kinerja yang baik, intensitas (setinggi apa pun) harus mempunyai arah yang menguntungkan organisasi. Dan akhirnya, intensitas dan arah yang telah dimiliki harus diterapkan secara tekun dan berlangsung lama. Inilah ukuran sejauh mana orang dapat mempertahankan usahanya.

B.     DRIVES, NEEDS, DAN AWARENESS
1.      Drives
Motivasi berasal dari sumber-sumber yang berupa internal dan eksternal pada orang. Motivasi internal mengacu pada drive dan kebutuhan fisiologis dan psikologis, sementara kekhawatiran motivasi insentif dan eksternal. Perilaku adalah hasil sedikit dari motivasi eksternal, ada banyak motivasi internal. Misalnya, makanan mungkin tidak sangat lezat tapi orang lapar akan makan itu. Atau perilaku dapat terjadi dengan motivasi internal sedikit, asalkan ada banyak motivasi eksternal. Sebagai contoh, meskipun seseorang mungkin tidak sangat lapar, ia masih akan makan semangkuk es krim lezat. Motivasi internal adalah disposisi untuk melakukan tindakan tertentu.
Teori Motivasi Abraham Maslow: Hirarki Kebutuhan
Maslow mengembangkan teori tentang bagaimana semua motivasi saling berkaitan. Ia menyebut teorinya sebagai “hirarki kebutuhan”. Kebutuhan ini mempunyai tingkat yang berbeda-beda. Ketika satu tingkat kebutuhan terpenuhi atau mendominasi, orang tidak lagi mendapat motivasi dari kebutuhan tersebut. Selanjutnya orang akan berusaha memenuhi kebutuhan tingkat berikutnya. Maslow membagi tingkat kebutuhan manusia menjadi sebagai berikut:

a.       Kebutuhan fisiologis: kebutuhan yang dasar, misalnya rasa lapar, haus, tempat berteduh, seks, tidur, oksigen, dan kebutuhan jasmani lainnya.
Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan manusia yang paling mendasar untuk mempertahankan hidupnya secara fisik, yaitu kebutuhan akan makanan, minuman, tempat tinggal, seks, tidur, istirahat, dan udara. Seseorang yang mengalami kekurangan makanan, harga diri, dan cinta, pertama-tama akan mencari makanan terlebih dahulu. Bagi orang yang berada dalam keadaan lapar berat dan membahayakan, tak ada minat lain kecuali makanan. Bagi masyarakat sejahtera jenis-jenis kebutuhan ini umumnya telah terpenuhi. Ketika kebutuhan dasar ini terpuaskan, dengan segera kebutuhan-kebutuhan lain (yang lebih tinggi tingkatnya) akan muncul dan mendominasi perilaku manusia.
Tak diragukan lagi bahwa kebutuhan fisiologis ini adalah kebutuhan yang paling kuat dan mendesak. Ini berarti bahwa pada diri manusia yang sangat merasa kekurangan segala-galanya dalam kehidupannya, besar sekali kemungkinan bahwa motivasi yang paling besar ialah kebutuhan fisiologis dan bukan yang lain-lainnya.
Dengan kata lain, seorang individu yang melarat kehidupannya, mungkin sekali akan selalu termotivasi oleh kebutuhan-kebutuhan ini.

b.      Kebutuhan akan rasa aman: mencakup antara lain keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian fisik dan emosional.
Segera setelah kebutuhan dasar terpuaskan, muncullah apa yang digambarkan Maslow sebagai kebutuhan akan rasa aman. Kebutuhan ini menampilkan diri dalam kategori kebutuhan akan kemantapan, perlindungan, kebebasan dari rasa takut, cemas dan kekalutan; kebutuhan akan struktur, ketertiban, hukum, batas-batas, dan sebagainya. Kebutuhan ini dapat kita amati pada seorang anak. Biasanya seorang anak membutuhkan suatu dunia atau lingkungan yang dapat diramalkan. Seorang anak menyukai konsistensi dan kerutinan sampai batas-batas tertentu. Jika hal-hal itu tidak ditemukan maka ia akan menjadi cemas dan merasa tidak aman. Orang yang merasa tidak aman memiliki kebutuhan akan keteraturan dan stabilitas serta akan berusaha keras menghindari hal-hal yang bersifat asing dan tidak diharapkan.
c.       Kebutuhan sosial: mencakup kebutuhan akan rasa memiliki dan dimiliki, kasih sayang, diterima-baik, dan persahabatan.
Setelah terpuaskan kebutuhan akan rasa aman, maka kebutuhan sosial yang mencakup kebutuhan akan rasa memiliki-dimiliki, saling percaya, cinta, dan kasih sayang akan menjadi motivator penting bagi perilaku. Pada tingkat kebutuhan ini, dan belum pernah sebelumnya, orang akan sangat merasakan tiadanya sahabat, kekasih, isteri, suami, atau anak-anak. Ia haus akan relasi yang penuh arti dan penuh kasih dengan orang lain pada umumnya. Ia membutuhkan terutama tempat (peranan) di tengah kelompok atau lingkungannya, dan akan berusaha keras untuk mencapai dan mempertahankannya. Orang di posisi kebutuhan ini bahkan mungkin telah lupa bahwa tatkala masih memuaskan kebutuhan akan makanan, ia pernah meremehkan cinta sebagai hal yang tidak nyata, tidak perlu, dan tidak penting. Sekarang ia akan sangat merasakan perihnya rasa kesepian itu, pengucilan sosial, penolakan, tiadanya keramahan, dan keadaan yang tak menentu.
d.      Kebutuhan akan penghargaan atau Ego: mencakup faktor penghormatan internal seperti harga diri, otonomi, dan prestasi; serta faktor eksternal seperti status, pengakuan, dan perhatian.
Menurut Maslow, semua orang dalam masyarakat (kecuali beberapa kasus yang patologis) mempunyai kebutuhan atau menginginkan penilaian terhadap dirinya yang mantap, mempunyai dasar yang kuat, dan biasanya bermutu tinggi, akan rasa hormat diri atau harga diri. Karenanya, Maslow membedakan kebutuhan ini menjadi kebutuhan akan penghargaan secara internal dan eksternal. Yang pertama (internal) mencakup kebutuhan akan harga diri, kepercayaan diri, kompetensi, penguasaan, kecukupan, prestasi, ketidaktergantungan, dan kebebasan (kemerdekaan). Yang kedua (eksternal) menyangkut penghargaan dari orang lain, prestise, pengakuan, penerimaan, ketenaran, martabat, perhatian, kedudukan, apresiasi atau nama baik. Orang yang memiliki cukup harga diri akan lebih percaya diri. Dengan demikian ia akan lebih berpotensi dan produktif. Sebaliknya harga diri yang kurang akan menyebabkan rasa rendah diri, rasa tidak berdaya, bahkan rasa putus asa serta perilaku yang neurotik. Kebebasan atau kemerdekaan pada tingkat kebutuhan ini adalah kebutuhan akan rasa ketidakterikatan oleh hal-hal yang menghambat perwujudan diri. Kebutuhan ini tidak bisa ditukar dengan sebungkus nasi goreng atau sejumlah uang karena kebutuhan akan hal-hal itu telah terpuaskan.
e.       Kebutuhan akan aktualisasi diri: mencakup hasrat untuk makin menjadi diri sepenuh kemampuannya sendiri, menjadi apa saja menurut kemampuannya.
Menurut Maslow, setiap orang harus berkembang sepenuh kemampuannya. Kebutuhan manusia untuk bertumbuh, berkembang, dan menggunakan kemampuannya disebut Maslow sebagai aktualisasi diri. Maslow juga menyebut aktualisasi diri sebagai hasrat untuk makin menjadi diri sepenuh kemampuan sendiri, menjadi apa menurut kemampuan yang dimiliki. Kebutuhan akan aktualisasi diri ini biasanya muncul setelah kebutuhan akan cinta dan akan penghargaan terpuaskan secara memadai.
Kebutuhan akan aktualisasi diri ini merupakan aspek terpenting dalam teori motivasi Maslow. Dewasa ini bahkan sejumlah pemikir menjadikan kebutuhan ini sebagai titik tolak prioritas untuk membina manusia berkepribadian unggul. Belakangan ini muncul gagasan tentang perlunya jembatan antara kemampuan majanerial secara ekonomis dengan kedalaman spiritual. Manajer yang diharapkan adalah pemimpin yang handal tanpa melupakan sisi kerohanian. Dalam konteks ini, piramida kebutuhan Maslow yang berangkat dari titik tolak kebutuhan fisiologis hingga aktualisasi diri diputarbalikkan. Dengan demikian perilaku organisme yang diharapkan bukanlah perilaku yang rakus dan terus-menerus mengejar pemuasan kebutuhan, melainkan perilaku yang lebih suka memahami daripada dipahami, memberi daripada menerima. Dalam makalah ini, gagasan aktualisasi diri akan mendapat sorotan lebih luas dan dalam sebelum masuk dalam pembahasan penerapan teori.
2.      Needs
Tujuan dari bagian ini adalah untuk menggambarkan kebutuhan psikologis prestasi, afiliasi, kekuasaan, dan kognisi. Tiga pertama kebutuhan memiliki sejarah panjang dalam psikologi, sedangkan kebutuhan kognisi yang lebih baru dibanding yang lain.
Menurut David Mc Clelland (dalam Anoraga &Suyati, 1995) ada tiga macam motif atau kebutuhan , yaitu :
a.       The need for achievement (nAch), yaitu kebutuhan untuk berprestasi, untuk mencapai sukses.
Tingkah laku individu yang didorong oleh kebutuhan berprestasi yang tinggi akan nampak sebagai berikut :
Ø  Berusaha melakukan sesuatau dengan cara-cara yang baru dan kreatif.
Ø  Mencari fedd back tentang perbuatannya.
Ø  Memilih resiko yang moderat (sedang) di dalam perbuatannya. Dengan memilih resiko yang sedang berarti masih ada peluang untuk berprestasi yang lebih tinggi.
Ø  Mengambil tanggung jawab pribadi atas perbuatannya.
Motivasi berprestasi dipandu oleh dua sumber internal motivasi: kebutuhan untuk mencapai, atau motif untuk sukses, dan motif untuk menghindari kegagalan. Kebutuhan untuk mencapai ditandai dengan keinginan untuk melakukan hal-hal dengan baik, yang gigih, dan memiliki standar yang tinggi keunggulan. Sebaliknya, motif untuk menghindari kegagalan ditandai dengan ketakutan dan kecemasan tentang gagal di tugas. Orang yang memiliki nAch tinggi lebih senang menghadapi tantangan untuk berprestasi dari pada imbalannya, perilaku diarahkan ketujuan dengan kesukaran menengah.
b.      The need for power (nPow), kebutuhan untuk dapat memerintah orang lain.
Tingkah laku individu yang didorong untuk berkuasa yang tinggi akan nampak sebagai berikut :
Ø  Berusaha menolong orang lain walaupun pertolongan itu tidak diminta.
Ø  Sangat aktif dalam menentukan arah kegiatan dari organisasi dimana ia berada.
Ø  Mengumpulkan barang-barang atau menjadi anggota suatu perkumpulan yang dapat mencerminkan prestise.
Ø  Sangat peka terhadap struktur pengaruh antar pribadi dari kelompok atau organisasi.
Motif kekuasaan adalah keinginan untuk mempengaruhi kehidupan orang lain, berada dalam komando, untuk memiliki status tinggi, dan untuk diperhatikan. Orang dengan motif kekuasaan lebih mungkin untuk berhasil dalam pekerjaan yang memungkinkan untuk latihan yang sah kekuasaan. Kebutuhan kognisi mengacu pada keinginan untuk memahami polarisasi pengalaman seseorang, yang berarti bahwa sikap seseorang menjadi lebih ekstrim setelah ia telah memikirkan tentang mereka (Deckers, 2001).
Orang yang memiliki nPow tinggi, punya semangat kompetisi lebih pada jabatan dari pada prestasi. Ia adalah orang dengan tipe yang senag apabilah diberi jabatan yang dapat memeperintah orang lain.
c.       The need for affiliation (nAff), kebutuhan akan kawan, hubungan akrab antar pribadi.
Tingkah laku individu yang didorong oleh kebutuhan untuk bersahabat akan nampak sebagai berikut :
Ø  Lebih memperhatikan segi hubungan pribadi yang ada dalam pekerjaan, daripada segi tugas-tugas yang ada pada pekerjaan itu.
Ø  Melakukan pekerjaannya lebih efektif apabila bekerjasama bersama orang lain dalam suasana yang lebih kooperatif.
Ø  Mencari persetujuan atau kesepakatan dari orang lain.
Ø  Lebih suka dengan orang lain daripada sendiri.
Sedangkan pada orang yang memiliki nAff tinggi, kurang kompetitif. Mereka lebih senag berkawan, kooperatif dan hubungan antar personal yang akrab. Motif afiliasi mungkin mencerminkan takut ditolak daripada berjuang untuk mencapai interaksi sosial yang positif (McClelland, 1985). Misalnya, individu yang tinggi dalam ketidaksetujuan motif afiliasi rasa takut dan cemas tentang hubungan sosial mereka. Akibatnya, mereka mencari orang lain untuk meyakinkan terus-menerus, yang mengurangi popularitas mereka (McClelland, 1985). Kebutuhan-kebutuhan yang bervarisi ini akan muncul sangat dipengaruhi oleh situasi yang sangan spesifik.
Kebutuhan setiap orang Berbeda. Menurut Hill (1987), kebutuhan akan afiliasi dapat dinyatakan dalam cara yang berbeda: dukungan emosional, perhatian, stimulasi positif, dan perbandingan sosial.
Dalam hal kebutuhan akan dukungan emosional, seseorang perlu orang lain untuk membantu meringankan perasaan negatif menjadi bahagia, depresi, atau terganggu. Sebagai contoh, seseorang dengan kebutuhan tersebut lebih cenderung beralih ke orang lain untuk mengurangi stres. Perhatian mengacu pada kepuasan seseorang berada di sekitar orang-orang yang menyatakan minat dalam dirinya, memberikan umpan balik yang positif, atau menunjukkan apresiasi. Orang seperti itu, misalnya, mungkin menuntut pengakuan dari rekan kerja ketika bekerja pada sebuah proyek kelompok. Stimulasi positif sebagai suatu kebutuhan puas oleh afiliasi dengan orang-orang karena mereka memberikan persahabatan, hubungan, kontak, dan perasaan dekat. Misalnya, seorang individu dengan kebutuhan untuk stimulasi positif akan mempertimbangkan partai sebagai

Tidak ada komentar:

Posting Komentar