Drives,
Needs, and Awareness
A. PENDAHULUAN
Ditinjau dari
etimologinya, “motivasi” berasal dari kata Latin motivus atau motum yang
berarti menggerakkan atau memindahkan. Dari asal-usul kata ini, Lorens Bagus,
dalam Kamus Filsafat, mengartikan motivasi atau motif sebagai dorongan sadar
dari suatu tindakan untuk merumuskan kebutuhan-kebutuhan tertentu manusia.
Motivasi memainkan peranan penting dalam menilai tindakan manusia, karena pada
motif-motif itulah terkandung arti subyektif dari tindakan tertentu bagi orang
tertentu.
Menurut James O. Whittaker adalah
suatu kondisi atau keadaan yang mengaktifkan atau memberi dorongan kepada
makhluk untuk bertingkahlaku mencapai tujuan (Soemanto, 1990). Dalam kamus psikologi motivasi diartikan sebagai
suatu variabel perantara yang digunakan untuk menyalurkan perilaku menuju
tujuan (Ashari, 1996). Greenberg dan Baron
mendefinisikan motivasi sebagai suatu proses yang membangkitkan, mengarahkan
dan menjaga perilaku manusia agar terarah pada satu tujuan (Yuwono, 2005).
Menurut Stephen
P. Robbins, motivasi adalah “proses yang ikut menentukan intensitas, arah, dan
ketekunan individu dalam usaha mencapai sasaran”. Tiga kata kunci dalam
definisi ini adalah intensitas, arah, dan ketekunan (yang mengandaikan
berlangsung lama). Intensitas dimaksudkan seberapa keras seseorang berusaha.
Agar dapat menghasilkan kinerja yang baik, intensitas (setinggi apa pun) harus
mempunyai arah yang menguntungkan organisasi. Dan akhirnya, intensitas dan arah
yang telah dimiliki harus diterapkan secara tekun dan berlangsung lama. Inilah
ukuran sejauh mana orang dapat mempertahankan usahanya.
B. DRIVES, NEEDS,
DAN AWARENESS
1.
Drives
Motivasi berasal dari sumber-sumber
yang berupa internal dan eksternal pada orang. Motivasi internal mengacu pada
drive dan kebutuhan fisiologis dan psikologis, sementara kekhawatiran motivasi
insentif dan eksternal. Perilaku adalah hasil sedikit dari motivasi eksternal,
ada banyak motivasi internal. Misalnya, makanan mungkin tidak sangat lezat tapi
orang lapar akan makan itu. Atau perilaku dapat terjadi dengan motivasi
internal sedikit, asalkan ada banyak motivasi eksternal. Sebagai contoh, meskipun
seseorang mungkin tidak sangat lapar, ia masih akan makan semangkuk es krim lezat.
Motivasi internal adalah disposisi untuk melakukan tindakan tertentu.
Teori Motivasi Abraham Maslow:
Hirarki Kebutuhan
Maslow mengembangkan teori
tentang bagaimana semua motivasi saling berkaitan. Ia menyebut teorinya sebagai
“hirarki kebutuhan”. Kebutuhan ini mempunyai tingkat yang berbeda-beda. Ketika
satu tingkat kebutuhan terpenuhi atau mendominasi, orang tidak lagi mendapat
motivasi dari kebutuhan tersebut. Selanjutnya orang akan berusaha memenuhi
kebutuhan tingkat berikutnya. Maslow membagi tingkat kebutuhan manusia menjadi
sebagai berikut:
a. Kebutuhan fisiologis: kebutuhan yang dasar, misalnya rasa lapar, haus,
tempat berteduh, seks, tidur, oksigen, dan kebutuhan jasmani lainnya.
Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan manusia yang paling mendasar untuk
mempertahankan hidupnya secara fisik, yaitu kebutuhan akan makanan, minuman,
tempat tinggal, seks, tidur, istirahat, dan udara. Seseorang yang mengalami
kekurangan makanan, harga diri, dan cinta, pertama-tama akan mencari makanan
terlebih dahulu. Bagi orang yang berada dalam keadaan lapar berat dan
membahayakan, tak ada minat lain kecuali makanan. Bagi masyarakat sejahtera
jenis-jenis kebutuhan ini umumnya telah terpenuhi. Ketika kebutuhan dasar ini
terpuaskan, dengan segera kebutuhan-kebutuhan lain (yang lebih tinggi
tingkatnya) akan muncul dan mendominasi perilaku manusia.
Tak diragukan lagi bahwa kebutuhan fisiologis ini adalah kebutuhan yang
paling kuat dan mendesak. Ini berarti bahwa pada diri manusia yang sangat
merasa kekurangan segala-galanya dalam kehidupannya, besar sekali kemungkinan
bahwa motivasi yang paling besar ialah kebutuhan fisiologis dan bukan yang
lain-lainnya.
Dengan kata lain, seorang individu yang melarat kehidupannya, mungkin
sekali akan selalu termotivasi oleh kebutuhan-kebutuhan ini.
b. Kebutuhan akan rasa aman: mencakup antara lain keselamatan dan perlindungan
terhadap kerugian fisik dan emosional.
Segera setelah kebutuhan dasar terpuaskan, muncullah apa yang digambarkan
Maslow sebagai kebutuhan akan rasa aman. Kebutuhan ini menampilkan diri dalam
kategori kebutuhan akan kemantapan, perlindungan, kebebasan dari rasa takut,
cemas dan kekalutan; kebutuhan akan struktur, ketertiban, hukum, batas-batas,
dan sebagainya. Kebutuhan ini dapat kita amati pada seorang anak. Biasanya
seorang anak membutuhkan suatu dunia atau lingkungan yang dapat diramalkan.
Seorang anak menyukai konsistensi dan kerutinan sampai batas-batas tertentu.
Jika hal-hal itu tidak ditemukan maka ia akan menjadi cemas dan merasa tidak
aman. Orang yang merasa tidak aman memiliki kebutuhan akan keteraturan dan
stabilitas serta akan berusaha keras menghindari hal-hal yang bersifat asing
dan tidak diharapkan.
c. Kebutuhan sosial: mencakup kebutuhan akan rasa memiliki dan dimiliki, kasih
sayang, diterima-baik, dan persahabatan.
Setelah terpuaskan kebutuhan akan rasa aman, maka kebutuhan sosial yang
mencakup kebutuhan akan rasa memiliki-dimiliki, saling percaya, cinta, dan
kasih sayang akan menjadi motivator penting bagi perilaku. Pada tingkat
kebutuhan ini, dan belum pernah sebelumnya, orang akan sangat merasakan
tiadanya sahabat, kekasih, isteri, suami, atau anak-anak. Ia haus akan relasi
yang penuh arti dan penuh kasih dengan orang lain pada umumnya. Ia membutuhkan
terutama tempat (peranan) di tengah kelompok atau lingkungannya, dan akan
berusaha keras untuk mencapai dan mempertahankannya. Orang di posisi kebutuhan
ini bahkan mungkin telah lupa bahwa tatkala masih memuaskan kebutuhan akan
makanan, ia pernah meremehkan cinta sebagai hal yang tidak nyata, tidak perlu,
dan tidak penting. Sekarang ia akan sangat merasakan perihnya rasa kesepian
itu, pengucilan sosial, penolakan, tiadanya keramahan, dan keadaan yang tak
menentu.
d. Kebutuhan akan penghargaan atau Ego: mencakup faktor penghormatan internal
seperti harga diri, otonomi, dan prestasi; serta faktor eksternal seperti
status, pengakuan, dan perhatian.
Menurut Maslow, semua orang dalam masyarakat (kecuali beberapa kasus yang
patologis) mempunyai kebutuhan atau menginginkan penilaian terhadap dirinya
yang mantap, mempunyai dasar yang kuat, dan biasanya bermutu tinggi, akan rasa
hormat diri atau harga diri. Karenanya, Maslow membedakan kebutuhan ini menjadi
kebutuhan akan penghargaan secara internal dan eksternal. Yang pertama
(internal) mencakup kebutuhan akan harga diri, kepercayaan diri, kompetensi,
penguasaan, kecukupan, prestasi, ketidaktergantungan, dan kebebasan
(kemerdekaan). Yang kedua (eksternal) menyangkut penghargaan dari orang lain,
prestise, pengakuan, penerimaan, ketenaran, martabat, perhatian, kedudukan,
apresiasi atau nama baik. Orang yang memiliki cukup harga diri akan lebih
percaya diri. Dengan demikian ia akan lebih berpotensi dan produktif.
Sebaliknya harga diri yang kurang akan menyebabkan rasa rendah diri, rasa tidak
berdaya, bahkan rasa putus asa serta perilaku yang neurotik. Kebebasan atau
kemerdekaan pada tingkat kebutuhan ini adalah kebutuhan akan rasa
ketidakterikatan oleh hal-hal yang menghambat perwujudan diri. Kebutuhan ini
tidak bisa ditukar dengan sebungkus nasi goreng atau sejumlah uang karena
kebutuhan akan hal-hal itu telah terpuaskan.
e. Kebutuhan akan aktualisasi diri: mencakup hasrat untuk makin menjadi diri
sepenuh kemampuannya sendiri, menjadi apa saja menurut kemampuannya.
Menurut Maslow,
setiap orang harus berkembang sepenuh kemampuannya. Kebutuhan manusia untuk
bertumbuh, berkembang, dan menggunakan kemampuannya disebut Maslow sebagai
aktualisasi diri. Maslow juga menyebut aktualisasi diri sebagai hasrat untuk
makin menjadi diri sepenuh kemampuan sendiri, menjadi apa menurut kemampuan
yang dimiliki. Kebutuhan akan aktualisasi diri ini biasanya muncul setelah
kebutuhan akan cinta dan akan penghargaan terpuaskan secara memadai.
Kebutuhan akan
aktualisasi diri ini merupakan aspek terpenting dalam teori motivasi Maslow.
Dewasa ini bahkan sejumlah pemikir menjadikan kebutuhan ini sebagai titik tolak
prioritas untuk membina manusia berkepribadian unggul. Belakangan ini muncul
gagasan tentang perlunya jembatan antara kemampuan majanerial secara ekonomis
dengan kedalaman spiritual. Manajer yang diharapkan adalah pemimpin yang handal
tanpa melupakan sisi kerohanian. Dalam konteks ini, piramida kebutuhan Maslow
yang berangkat dari titik tolak kebutuhan fisiologis hingga aktualisasi diri
diputarbalikkan. Dengan demikian perilaku organisme yang diharapkan bukanlah
perilaku yang rakus dan terus-menerus mengejar pemuasan kebutuhan, melainkan
perilaku yang lebih suka memahami daripada dipahami, memberi daripada menerima.
Dalam makalah ini, gagasan aktualisasi diri akan mendapat sorotan lebih luas
dan dalam sebelum masuk dalam pembahasan penerapan teori.
2.
Needs
Tujuan dari bagian ini adalah untuk
menggambarkan kebutuhan psikologis prestasi, afiliasi, kekuasaan, dan kognisi.
Tiga pertama kebutuhan memiliki sejarah panjang dalam psikologi, sedangkan
kebutuhan kognisi yang lebih baru dibanding yang lain.
Menurut David
Mc Clelland (dalam Anoraga &Suyati, 1995) ada tiga macam motif atau
kebutuhan , yaitu :
a. The need for achievement (nAch), yaitu kebutuhan untuk berprestasi, untuk mencapai sukses.
Tingkah laku
individu yang didorong oleh kebutuhan berprestasi yang tinggi akan nampak
sebagai berikut :
Ø Berusaha melakukan sesuatau
dengan cara-cara yang baru dan kreatif.
Ø Mencari fedd back tentang
perbuatannya.
Ø Memilih resiko yang moderat
(sedang) di dalam perbuatannya. Dengan memilih resiko yang sedang berarti masih
ada peluang untuk berprestasi yang lebih tinggi.
Ø Mengambil tanggung jawab
pribadi atas perbuatannya.
Motivasi berprestasi dipandu oleh dua
sumber internal motivasi: kebutuhan untuk mencapai, atau motif untuk sukses,
dan motif untuk menghindari kegagalan. Kebutuhan untuk mencapai ditandai dengan
keinginan untuk melakukan hal-hal dengan baik, yang gigih, dan memiliki standar
yang tinggi keunggulan. Sebaliknya, motif untuk menghindari kegagalan ditandai
dengan ketakutan dan kecemasan tentang gagal di tugas. Orang yang memiliki nAch tinggi lebih senang menghadapi tantangan untuk
berprestasi dari pada imbalannya, perilaku diarahkan ketujuan dengan kesukaran
menengah.
b. The need for power (nPow), kebutuhan
untuk dapat memerintah orang lain.
Tingkah laku
individu yang didorong untuk berkuasa yang tinggi akan nampak sebagai berikut :
Ø Berusaha menolong orang lain
walaupun pertolongan itu tidak diminta.
Ø Sangat aktif dalam menentukan
arah kegiatan dari organisasi dimana ia berada.
Ø Mengumpulkan barang-barang atau
menjadi anggota suatu perkumpulan yang dapat mencerminkan prestise.
Ø Sangat peka terhadap struktur
pengaruh antar pribadi dari kelompok atau organisasi.
Motif kekuasaan adalah keinginan untuk
mempengaruhi kehidupan orang lain, berada dalam komando, untuk memiliki status
tinggi, dan untuk diperhatikan. Orang dengan motif kekuasaan lebih mungkin untuk
berhasil dalam pekerjaan yang memungkinkan untuk latihan yang sah kekuasaan.
Kebutuhan kognisi mengacu pada keinginan untuk memahami polarisasi pengalaman
seseorang, yang berarti bahwa sikap seseorang menjadi lebih ekstrim setelah ia
telah memikirkan tentang mereka (Deckers, 2001).
Orang yang
memiliki nPow tinggi, punya semangat kompetisi lebih pada jabatan dari pada
prestasi. Ia adalah orang dengan tipe yang senag apabilah diberi jabatan yang
dapat memeperintah orang lain.
c. The need for affiliation (nAff), kebutuhan akan kawan, hubungan akrab antar pribadi.
Tingkah laku
individu yang didorong oleh kebutuhan untuk bersahabat akan nampak sebagai
berikut :
Ø Lebih memperhatikan segi
hubungan pribadi yang ada dalam pekerjaan, daripada segi tugas-tugas yang ada
pada pekerjaan itu.
Ø Melakukan pekerjaannya lebih
efektif apabila bekerjasama bersama orang lain dalam suasana yang lebih
kooperatif.
Ø Mencari persetujuan atau
kesepakatan dari orang lain.
Ø Lebih suka dengan orang lain
daripada sendiri.
Sedangkan
pada orang yang memiliki nAff tinggi, kurang kompetitif. Mereka lebih senag
berkawan, kooperatif dan hubungan antar personal yang akrab. Motif afiliasi
mungkin mencerminkan takut ditolak daripada berjuang untuk mencapai interaksi
sosial yang positif (McClelland, 1985). Misalnya, individu yang tinggi dalam
ketidaksetujuan motif afiliasi rasa takut dan cemas tentang hubungan sosial
mereka. Akibatnya, mereka mencari orang lain untuk meyakinkan terus-menerus,
yang mengurangi popularitas mereka (McClelland, 1985). Kebutuhan-kebutuhan yang bervarisi ini akan muncul sangat dipengaruhi
oleh situasi yang sangan spesifik.
Kebutuhan setiap orang Berbeda. Menurut
Hill (1987), kebutuhan akan afiliasi dapat dinyatakan dalam cara yang berbeda:
dukungan emosional, perhatian, stimulasi positif, dan perbandingan sosial.
Dalam hal kebutuhan akan dukungan
emosional, seseorang perlu orang lain untuk membantu meringankan perasaan
negatif menjadi bahagia, depresi, atau terganggu. Sebagai contoh, seseorang
dengan kebutuhan tersebut lebih cenderung beralih ke orang lain untuk
mengurangi stres. Perhatian mengacu pada kepuasan seseorang berada di sekitar
orang-orang yang menyatakan minat dalam dirinya, memberikan umpan balik yang
positif, atau menunjukkan apresiasi. Orang seperti itu, misalnya, mungkin
menuntut pengakuan dari rekan kerja ketika bekerja pada sebuah proyek kelompok.
Stimulasi positif sebagai suatu kebutuhan puas oleh afiliasi dengan orang-orang
karena mereka memberikan persahabatan, hubungan, kontak, dan perasaan dekat.
Misalnya, seorang individu dengan kebutuhan untuk stimulasi positif akan
mempertimbangkan partai sebagai
Tidak ada komentar:
Posting Komentar