Total Tayangan Halaman

Selasa, 16 April 2013

KONSELING BEHAVIOR


KONSELING BEHAVIOR

A.  PENDAHULUAN
Pendekatan behavior didasari oleh hasil eksperimen yang melakukan investigasi tentang prinsip-prinsip tingkah laku manusia. Eksperimen-eksperimen tersebut menghasilkan teknik-teknik spesifik dalam pendekatan ini yang dipelopori oleh beberapa tokoh behaviorisme yang terpercaya. Tokoh behaviorisme yang melahirkan teknik-teknik konseling anatara lain : Skinner, Watson, Pavlov dan Bandura. Pendekatan tingkah laku atau behavioral menekankan pada dimensi kognitif individu dan menawarkan berbagai metode yang berorientasi pada tindakan (action-oriented) untuk membantu mengambil langkah yang jelas dalam mengubah tingkah laku. Istilah modifikasi perilaku (behavior modification) dan pendekatan (behavior approach) banyak digunakan secara bersamaan dengan makna yang sama. Konseling behavior memiliki asumsi dasar bahwa setiap tingkah laku dapat dipelajari, tingkah laku lama dapat diganti dengan tingkah laku baru, dan manusia memiliki potensi untuk berperilaku baik atau buruk, tetap atau salah. Selain itu, manusia dipandang sebagai individu yang mampu melakukan refreksi atas tingkah lakunya sendiri, mengatur serta dapat mengontrol perilakunya, dan dapat belajar tingkah laku baru atau dapat mempengaruhi perilaku orang lain (Walker & Shea, 1988, p. 36).

B.  SEJARAH
Perkembangan pendekatan behavior diawali pada tahun 1950-an dan awal 1960-an sebagai awal radikal menentang perspektif psikoanalisis dominan. Pendekatan ini dihasilkan berdasarkan hasil eksperimen para behaviorst yang memberikan sumbangan pada prinsip-prinsip belajar dalam tingkah laku manusia. Pendekatan ini memiliki perjalanan panjang mulai dari penelitian laboratorium terhadap binatang hingga eksperimen terhadap manusia. Secara garis besar, sejarah perkembangan pendekatan behavioral terdiri dari trend utama, yaitu : trend I : kondisioning klasik (classical conditioning), tred II : kondisioning operan (operant conditioning), dan trend III : terapi kognitif (cognitive therapy) (Corey, 1986, p. 174)
Adapun menurut Franks (1969) yang dikutip oleh Masters (1987) ada tiga hal yang sangat berpengaruh terhadap munculnya terapi perilaku, ialah :
1.      Hasil penelitian dan tulisan dari I.P Pavlov (1927, 1928) mengenai percobaan-percobaan dan hasilnya yang telah dilakukan dengan mempergunakan hewan percobaannya (anjing), yang sekarang dikenal dengan kondisioning klasik.
2.      Hasil penelitian dan tulisan dari E.L Thorndike mengenai proses belajar dengan hadiah yang menghasilkan hokum efek (law of efek) (1898, 1911, 1913) dan yang sekarang dikenal dengan kondisioning aktif (operant) dan perilaku instrumental.
3.      Hasil penelitian dan tulisan dari J.B Watson dengan rekan-rekannya (Jones, 1924; Watson 1916; Watson & Rayner, 1920), yang mengamalkan teknik dasar dari apa yang telah dilakukan oleh Pavlov, diamalkan untuk menghadapi seseorang dengan kelainan kejiwaan. Dari Watson & Rayner ini dikenal percobaan klasik mengenai kondisioning operan atau kondisioning aktif. Terhadap anak kecil bernama Albert kecil yang ketakutan setiap kali mendengar suara keras, sehingga Albert kemudian takut setiap kali melihat tikus tersebut. Percobaan yang kemudian bervariasi, antara perangsangan yang diberikan dan jawaban yang diharapkan akan muncul,termasuk menghilangkan ketakutan karena jenis perangsangannya lain dan dilakukan pembiasaan.

C.  TUJUAN KONSELING
Sebagai bagian yang integral dari system konseling behavioral selain berdasarkan asumsi-asumsi di atas terdapat karakteristik yang dapat membedakan dengan pendekatan yang lain. Corey (1977), George dan Cristiani (1990) mengemukakan bahwa konseling behavioral itu memiliki cirri-ciri sebagai berikut :
1.      Berfokus pada perilaku yang tampak dan spesifik
2.      Memerlukan kecermatan dalam perumusan terapeutik
3.      Mengembangkan prosedur perlakuan spesifik sesuai dengan masalah klien
4.      Penaksiran objektif atas tujuan terapeutik
Berdasarkan karakteristik ini sangat jelas bahwa konseling behavioral secara konsisten menaruh perhatian pada perilaku yang tampak. Perilaku yang tidak tampak dan bersifat umum harus dirumuskan lebih spesifik. Tujuan konseling harus cermat, jelas dan dapat dicapai dengan prosedur tertentu. Kecermatan penentuan tujuan sangat membantu konselor dan klien dalam memilih prosedur perlakuaan yang tepat, dan sekaligus mempermudah mengevaluasi keberhasilan konseling, perumusan tujuan secara spesifik dianggap lebih penting dibandingkan dengan proses hubungan konseling. Perumusan tujuan secara spesifik dianggap lebih penting dibandingkan dengan proses hubungan konseling (George dan Cristiani 1990).
Berdasarkan uraian diatas secara singkat dapat dipahami bahwa tujuan konseling behavior adalah mencapai kehidupan tanpa mengalami perilaku simtomatik, yaitu kehidupan tanpa mengalami kesulitan atau hambatan perilaku, yaitu dapat membuat ketidak puasan dalam jangka panjang dan/mengalami konflik dengan kehidupan social.
Secara khusus, tujuan konseling behavioral mengubah perilaku salah dalam penyesuaian dengan cara-cara memperkuat perilaku yang diharapakan, dan meniadakan perilaku yang tidak diharapkan serta membantu menemukan cara-cara berperilaku yang tepat. 

D.  PROSEDUR KONSELING
Untuk para ahli behavioris, konseling dilakukan dengan menggunakan prosedur yang bervariasi dan sistematis yang disengaja secara kghusus untuk mengubah perilaku dalam batas-batas tujuan yang disusun secara bersama-sama konselor dank lien. Tokoh aliran psikologi behavioral John D.Krumboltz dan Carl Thoresen (Gibson dan Mitchell, 1981) menempatkan prosedur belajar dalam empat kategori, sebagai berikut:
1.      Belajar operan (operan learning), adalah belajar didasarkan atas perlunya pemberian ganjaran (reinforcement) untuk menghasilkan perubahan perilaku yang diharapkan. Ganjaran dapat diberikan dalam bentuk dorongan dan penerimaan sebagai persetujuan, pembenaran atau perhatian konselor terhadap perilaku yang dilakukan klien.
2.      Belajar mencontoh (imitative learning), yaitu cara dalam memberikan respon baru melalui menunjukkan atau mengerjakan model-model perilaku yang di inginkan sehingga dapat dilakukan oleh klien.
3.      Belajar kognitif (cognitive learning), yaitu belajar memelihara respon yang diharapkan dan boleh mengadaptasi perilaku yang lebih baik melalui instruksi sederhana.
4.      Belajar emosi (emotional learning), yaitu cara yang digunakan untuk mengganti respon-respon emosional klien yang tidak dapat diterima menjadi respon emosional yang dapat diterima sesuai dengan konteks classical conditioning.
Teori behavioral berasumsi bahwa perilaku klien adalah hasil kondisi konselor. Oleh karena itu, konselor dalam setiap menyelenggarakan konseling harus beranggapan bahwa setiap reaksi klien adalah akibat dari situasi (stimulus) yang diberikannya.

E.   PERANAN KONSELOR
Konselor behavioral memiliki peran yang sangat penting dalam membantu klien, wolpe mengemukakan peran yang harus dilakukan konselor, yaitu bersikap menerima, mencoba memahami klien dan apa yang dikemukakan tanpa menilai atau mengkritiknya.
Dalam hal ini menciptakan iklim yang baik adalah sangat penting untuk mempermudah melakukan modifikasi perilaku. Konselor lebih berperan senagai guru yang membantu klien melakukan teknik-teknik modifikasi perilaku yang sesuai dengan masalah, tujuan yang hendak dicapai.

F.   TEKNIK SPESIFIK
Konseling behavioral memiliki sejumlah teknik spesifik yang digunakan untuk melakukan pengubahan perilaku berdasarkan tujuan yang hendak dicapai. Teknik-teknik spesifik tersebut sebenarnya sangat banyak, lebih dari 30 teknik (Goldenberg,1983), yang di antaranya adalah : desensitisasi sistematis, terapi implosive, latihan perilaku asertif, terapi aversi, pembentukan perilaku model, dan kontrak perilaku.
1.      Desensitisasi Sistematis
Merupakan teknik relaksasi yang digunakan untuk menghapus perilaku yang diperkuat secara negative biasanya berupa kecemasan, dan ia menyertakan respon yang berlawanan dengan perilaku yang akan dihilangkan. Dengan mengkondisian klasik, respon-respon yang tidak dikehendaki dapat dihilangkan secara bertahap.
Cara yang digunakan dalam keadaan santai stimulus yang menimbulkan kecemasan dipasangkan dengan stimulus yang menimbulkan keadaan santai. Dipasangkan secara berulang-ulang sehingga stimulus yang semula menimbulkan kecemasan hilang secara berangsur-angsur.
2.      Terapi Implosif
Dikembangkan berdasarkan atas asumsi bahwa seseorang yang secara berulang-ulang dihadapkan pada suatu situasi penghasil kecemasan dan konsekuensi-konsekuensi yang menakutkan ternyata tidak muncul, maka kecemasan akan menghilang. Atas dasar asumsi ini, klien diminta untuk membayangkan stimulus-stimulus yang menimbulkan kecemasan. Dalam situasi konseling, secara berulang-ulang membayangkan stimulus sumber kecemasan dan konsekuensi yang diharapkan ternyata tidak muncul, akhirnya stimulus yang mengancam tidak memiliki kekuatan dan neurotiknya menjadi hilang.
3.       Latihan Asertif
Digunakan untuk melatih individu yang mengalami kesulitan untuk menyatakan diri bahwa tindakannya adalah layak atau benar. Latihan ini terutama berguna untuk membantu orang yang tidak mampu mengungkapkan perasaan tersinggung, kesulitan menyatakan “tidak”, menggunkapkan afeksi dan respon positif lainnya. Cara yang digunakan adalah dengan permainan peran dengan bimbingan konselor. Diskusi-diskusi kelompok diterapkan untuk latihan asertif ini.
4.      Teknik Pengkondisian Aversi
Dilakukan untuk meredakan perilaku simptomatik dengan cara menyajikan stimulus yang tidak menyenangkan (menyakitkan) sehingga perilaku yang tidak dikehendaki (simptomatik) tersebut terhambat kemunculannya. Stimulus dapat berupa sengatan listrik atau ramuan-ramuan yang membuat mual.
Stimulus yang tidak menyenagkan yang disajikan tersebut diberikan secara bersamaan dengan munculnya perilaku yang tidak dikehendaki kemunculannya. Pengkondisian ini diharapkan terbentuk asosiasi antara perilaku yang tidak dikehendaki dengan stimulus yang tidak menyenangkan.
5.      Perilaku Model
Digunakan untuk: (1) membentuk perilaku baru pada klien, dan (2) memperkuat perilaku yang sudah terbentuk dalam hal ini konselor menunjukkan kepada klien tentang perilaku model, dapat menggunakan audio, model fisisk, model hidup, atau lainnya yang hendak dicontoh.  Perilaku yang berhasil dicontoh memperoleh ganjaran dari konselor. Ganjaran dapat berupa pujian sebagai ganjaran social.
6.      Kontrak Perilaku
Didasarkan atas pandangan bahwa membantu klien untuk membentuk perilaku tertentu yang diinginkan dan memperoleh ganjaran tertentu sesuai dengan kontrak yang disepakati. Dalam hal ini individu mengantisipasi perubahan perilaku mereka atas dasar persetujuan bahwa beberapa konsekuensi akan muncul.

G.  APLIKASI KONSELING
Konseling behavioral ini dalam berbagai eksperimen mampu mengatasi masalah-masalah klien yang mengalami berbagai hambatan perilaku seperti: pobia, cemas, gangguan kepribadian, serta sejumlah gangguan pada anak (Hackmann, 1993). Lebih dari itu sebagai sanggahan terhadap kritik-kritik yang ditujukan kepada pendekatan ini, Rachman (1963) dan Wolpe (1963) menegaskan bahwa konseling behavioral tidak hanya mengatasi symptom yang bersifat permukaan saja, tetapi juga mengatasi masalah-masalah yang mendalam, bahkan dapat mengubah perilaku dalam jangka panjang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar