A.
Pendahuluan
Konseling
realitas merupakan model konseling yang termasuk kelompok konseling
cognitive-behavioral (perilaku-kognitif). Fokus terapi konseling realitas
adalah problema kehidupan yang dirasakan oleh klien saat ini, dan dilaksanakan
melalui interaksi aktif antara konselor dan klien. Dalam hal ini konselor
mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan klien memberi jawaban sebagai respons
terhadap pertanyaan konselor. Berkenaan dengan hal tersebut maka keterampilan bertanya merupakan
keterampilan yang harus dikuasai oleh konselor realitas.
Tokoh utama
model konseling realitas adalah seorang psikiater, yaitu Dr.William Glaser dengan dasar teorinya adalah “teori
pilihan” untuk memenuhu atau memuaskan kebutuhan dasar manusia yang bersifat
universal secara bertanggungjawab. Teori ini meupakan pengembangan dari “teori
Pengendalian”. Ide dasarnya adalah bahwa terlepas dari apa yang telah
terjadi pada manusia, apa yang telah dikerjakan oleh manusia, dan bagaimana
kebutuhan-kebutuhan manusia tidak terpenuhi atau dilanggar, manusia mampu
mengevaluasi realitas terkini dan kemudian memilih perilaku untuk memenuhi
kebutuhan secara efektif pada masa kini dan masa yang akan datang (manusia
dapat memudarkan pengalaman masa lalu, dan kemudian memfokuskan pada pemenuhan
kebutuhan masa kini dengan perilaku yang bertanggungjawab).
B.
Perspektif
Historis
Konseling
realita (reality counseling atau reality therapy) dikembangkan oleh William
Glasser pada tahun 1960-an sebagai reaksi penolakan terhadap konsep-konsep
dalam konseling psikoanalisa. Glasser memandang Psikoanalisa sebagai suatu
model perlakuan yang kurang memuaskan, kurang efektif,dan oleh karena itu ia
termotivasi untuk memodifikasi konsep-konsep psikoanalisa dan mengembangkan
pemikirannya sendiri berdasarkan pengalaman hidup dan pengalaman klinisnya.
Glasser
lahir pada tahun 1925 di Ohio, USA. Pada awal karirnya Glasser adalah seorang
insyinyur kimia yang kemudian beralih ke bidang medis dan meraih gelar dokter
pada tahun 1953 dari Case Westem Reserve University. Setelah itu Glasser
berlatih dibidang psikiarti di Veterans Administrasion Center dan di
University of California. Konseling realita dikembangkan oleh Glasser atas
dasar pengalamanya selama peraktek klinisnya antara 1956-1967. Pengalaman
kehidupannya pada masa kanak-kanak yang keras dan cenderung tidak menyenagkan
juga mempengaruhi pandangan teoritiknya,khususnya tentang penekanan pada
pentingnya tanggung jawab pribadi, tidak merugikan orang lain, dan hubungan
perkawinan. Seperti dikemukakan oleh Glasser sendiri (1998), ayah dan ibunya
menerapkan pendidikan yang keras dan otoriter terhadap dirinya dan oleh
karenanya ia tidak rukun dengan mereka.
Buku pertama
yang yang ditulis oleh Glasser, Mental Healt or Mental Illnes? Menjadi
grandwork bagi perkembangan teori konseling realita. Buku keduanya, Really
Therapy (1965) menegaskan prinsip-prinsip dasar dalam Konseling realita, yakni
tentang pentingnya hubungan dan tanggung jawab guna mencapai tujuan dan
kebahagiaan hidup. Ia memiliki keyakinan bahwa konselor yang hangat dan penuh
penerimaan merupakan aspek esensial bagi keberhasilan perlakuan, dan
hubungan yang akrab dan positif adalah esensial bagi perkembangan pribadi yang
sehat. Tilisan-tulisan dalam materi kuliahnya tidak hanya menekankan pada
konseling realita sebagai metode perlakuan, tetapi menerapkan pada lingkungan
sekolah dan lingkungan bisnis. Robert E. Wubbolding adalah salah satu pengikut
Glesser yang memberikan kontribusi sangat penting bagi perkembangnan konseling
realita.
C.
Perilaku Bermasalah
Konseling
realitas pada dasarnya tidak mengatakan bahwa perilaku individu itu sebagai
perilaku yang abnormal. Konsep perilaku menurut konseling realitas lebih
dihubungkan dengan berperilaku yang tepat atau berperilaku tidak tepat. Menurut
Glasser, individu yang berperilkau tidak tepat itu disebabkan oleh
ketidakmampuannya dalam memuaskan kebutuhannya, akibatnya kehilangan “sentuhan”
dengan realitas objektif, dia tidak dapat melihat sesuatu sesuai dengan
realitasnya tidak dapat melakukan atas
dasar kebenaran, tanggung jawab dan realitas.
Meskipun
konseling realitas tidak menghubungkan perilaku manusia dengan gejala
abnormalitas, perilkau bermasalah dapat disepadankan dengan istilah yang
dikemukakan Glasser yaitu identitas kegagalan . identitas kegagalan itu
ditandai dengan keterasingan, penolakan diri dan irrasinalitas, perilakunya
kaku, tidak objektif, lemah, tidak bertanggung jawab, kurang percaya diri dan
menolak kenyataan.
D.
Hakikat Manusia
Berdasarkan
konsep perilaku manusia, prinsip kerja konseling berdasarkan konseling realitas
ini berdasarkan atas asumsi-asumsi berikut :
1. Perilaku manusia didorong oleh usaha
untuk menemukan kubutuhan dasarnya baik fisiologis maupun psikologis kebutuhan
dasar ini berlaku sama untuk semua orang. Kebutuhan dasar seseorang adalah: (a)
kebutuhan untuk mencintai, dan (b) kebutuhan untuk merasakan bahwa kita berguna
untuk diri sendiri dan untuk orang lain.
2. Jika individu frustrasi karena gagal
memperoleh kepuasan atau tidak terpenuhi kebutuhan-kebutuhannya dia akan
mengembangkan identitas kegagalan. Sebaliknya jika dia berhasil memperoleh
kepuasan dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya maka akan mengembangkan
identitas keberhasilan.
3. Individu pada dasarnya memiliki
kemampuan untuk mengubah identitasnya dari identitas kegagalan ke identitas keberhasilan.
Individu yang bersangkutan adalah pihak yang mampu mengubah dirinya sendirinya.
4. Faktor tanggung jawab adalah sangat
penting pada manusia. Orang yang berusaha memperoleh kepuasan mencapai success identity menunjukkan perilaku
yang bertanggung jawab.
5. Faktor penilaian individu tentang
dirinya sangat penting. Untuk menentukan apakah dirinya termasuk memiliki
identitas ke berhasilan atau identitas kegagalan.
E.
Tujuan Konseling
Secara
umum tujuan konseling reality therapy sama dengan tujuan hidup, yaitu individu
mencapai kehidupan dengan success identity. Untuk itu dia harus bertanggung
jawab, yaitu memiliki kemampuan mencapai kepuasan terhadap kebutuhan
personalnya.
Reality
therapy adalah pendekatan yang didasarkan pada anggapan tentang adanya satu
kebutuhan psikologis pada seluruh kehidupannya; kebutuhan akan identitas diri,
yaitu kebutuhan untuk merasa unik, terpisah, dan berbeda dengan orang lain.
Kebutuhan akan identitas diri merupakan pendorong dinamika perilaku yang
berbeda di tengah-tengah berbagai budaya universal.
Kualitas
pribadi sebagai tujuan konseling realitas adalah individu yang memahami dunia
riilnya dan harus memenuhi kebutuhannya dalam kerangka kerja. meskipun
memandang dunia realitas antara individu yang satu dengan yang lain dapat
berbeda tetapi realitas itu dapat diperoleh dengan cara membandingkan dengan
orang lain. Oleh karena itu, konselor bertugas membantu klien bagaimana
menemukan kebutuhannya dengan (3-R): realitas (reality),
melakukan hal yang baik (do right), dan tanggungjawab (responsiblility).
Untuk
mencapai tujuan-tujuan ini, karaktristik konselor realitas adalah sebagai
berikut:
1. Konselor harus mengutamakan keseluruhan individual
yang bertanggung jawab, yang dapat memenuhi kebutuhannya.
2. Konselor harus kuat, yakni, tidak pernah “bijaksana”,
dia harus dapat menahan tekanan dari permintaan klien untuk simpati atau
membenarkan perilakunya, tidak pernah menerima alasan-alasan dari perilaku
irrasional klien.
3. Konselor harus hangat, sensitif terhadap kemampuan
untuk memahami perilaku orang lain.
4. Konselor harus dapat bertukar pikiran dengan klien
tentang perjuangannya dapat melihat bahwa seluruh individu dapat melakukan
secara bertanggung jawab termasuk pada saat-saat yang sulit.
Konseling
realitas pada dasarnya adalah prosese rasional, hubungan konseling harus tetap
hangat, memahami lingkungan. Konselor perlu meyakinkan klien bahwa
kebahagiaannya bukan terletak pada proses konseling tetapi pada perilakunya dan
keputusannya, dan klien adalah pihak yang paling bertanggung jawab terhadap
dirinya sendiri.
F.
Prosedur Konseling
1.
Berfokus Pada Personal
2.
Berfokus Pada Perilaku
3.
Berfokus Pada Saat Ini
4.
Pertimbangan Nilai
5.
Pentingnya Perencanaan
6.
Komitmen
7.
Tidak Menerima Dalih
8.
Menghilangkan Hukuman
G.
Peranan Konselor
Konseling
realitas didasarkan pada antisipasi bahwa klien menganggap sebagai orang yang
bertanggung jawab kepada kebaikan dirinya sendiri. Menerima tanggung jawab ini
akan membantu klien untuk menyampaikan sendiri atau menunjukkan kematangannya,
karena itu dia harus percaya pada dorongan internalnya sendiri. Konselor dapat
memberikan dorongan, dengan jalan memuji klien ketika melakukan tindakan secara
bertanggung jawab dan menunjukkan penolakannya jika klien tidak melakukannya.
Munculnya
pendekatan sangat dipengaruhi oleh pengalaman Glasser yang bekerja di sekolah
anak-anak wanita di Amerika. Glasser menaruh perhatian mengenai cara belajar
klien dan masalah-masalah perilaku sambil dia bekerja dengan anak-anak yang
memiliki penyimpangan perilaku, yaitu di Ventura
School for Girls of California Youth Authority. Dia mencatat sejarah umum
kegagalan dan kesalahan sekolh anak wanita itu, selain mendapat kepercayaan
untuk menjadi konsultan sekolah itu. Glasser kemudian mengembangkan konsep
konseling untuk memecahkan masalah para siswanya, yang kemudian dijelaskan
dalam bukunya Reality Therapy.
Glesser
berkeyakinan bahwa pendidikan dapat menjadi kunci yang efektif bagi hubungan
kemanusiaan, dan dalam bukunnya school without failure, dia menyususn sebuah
program untuk membatasi kesalahan dan kegagalan, dengan memasukkannya ke dalam
kurikulum yang relevan, mengganti sistem disiplin hukuman, menciptakan
pengalaman belajar, sehingga siswa dapat memaksimalkan pengalamnnya menjadi
berhasil, membuat motivasi dan tantangan, membantu siswa mengembangkan perilaku
yang bertanggung jawab, dan menetapkan cara melibatkan orangtua dan masyarakat
dalam kegiatan sekolah yang relevan.
Singkatnya,
pendekatan konseling realitas adalah aktif membimbing, mendidik dan terapi yang
berorientasi pada cognitive behavioral.
Metode kontrak selalu digunakan dan jika kontrak terpenuhi maka proses
konseling dapat diakhiri. Pendekatannya dapat menggunakan “mendorong” atau
“menantang”.